2 Tesalonika 3:1-15
”Bukan karena kami tidak berhak untuk itu, melainkan
karena kami mau menjadikan diri kami teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti.”
( 2 Tesalonika 3:9 )
Seorang ibu membawa anaknya kepada
Mahatma Gandhi untuk dinasehati agar menghentikan kebiasaan buruknya makan
permen. Setelah bertemu dengan anak tersebut Mahatma Gandhi mengatakan,
"Tunggulah dua minggu lagi. Datanglah ke sini lagi sambil membawa anak
ibu," mendengar jawaban tersebut, ibu ini heran, mengapa harus menunggu
dua minggu lagi. Ia tahu bahwa hal ini bisa dilakukan saat ini juga. Meski
heran, ibu ini menuruti saja.
Dua
minggu kemudian, ketika
ibu dan anaknya datang, Gandhi langsung menasehati anak itu. Sang ibu
mengucapkan
terima kasih. Sebelum pamit, ibu itu
masih penasaran mengapa dia harus menunggu dua minggu. Dan ibu itupun
menanyakan hal itu kepada Gandhi. "Selama dua minggu ini, saya berusaha
menghilangkan kebiasaan buruk saya. Soalnya, saya juga gemar makan
permen," jawab Gandhi.
Gandhi memberikan pelajaran yang indah
bagi kita semua. Ia mengambil keputusan untuk menunda memberi nasehat kepada
anak tersebut karena ia sendiri memiliki kegemaran yang sama dengan anak itu.
Gandhi tidak mau perkataannya tidak sesuai dengan perbuatannya. Dengan kata
lain, ia menjaga keseimbangan antara perkataan dan tindakannya.
Sebagai rasul, Paulus berhak menikmati
bantuan hidup dari jemaatnya. Namun Paulus memilih bekerja untuk menghidupi
dirinya sendiri. Dengan begitu, ketika menasehati jemaat di Korintus, dia bisa
berkata lantang, "Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia
makan." (2 Tesalonika 3:10)
Saudaraku, jadilah teladan dalam
perkataan dan perbuatan. Jangan terlalu cepat memberi nasehat atau menegur
orang lain, kalau kita sendiri belum dan tidak bisa melakukannya. Supaya kita
tidak dikatakan sebagai orang yang munafik. Ketika kita selalu menyelaraskan
antara perkataan dan tindakan, maka kita akan menjadi orang yang disukai oleh
semua orang.
0 komentar:
Posting Komentar