Meskipun demikian, Aku mencela engkau,
karena
engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula.
(Wahyu 2:4)
Soren Kierkegaard mengarang cerita tentang
seorang pria dari negeri Barat yang datang ke Tiongkok dan menjalin cinta
dengan seorang wanita di sana. Ketika pulang ke negeri asalnya, ia berjanji
kepada sang wanita untuk mempelajari bahasa Mandarin supaya mereka dapat saling
menulis surat cinta. Ia memenuhi janjinya dengan belajar bahasa Mandarin sampai
ke perguruan tinggi. Bahkan, ia menjadi guru besar bahasa itu. Namun, ia
akhirnya lebih mencintai bahasa Mandarin dan profesi barunya sebagai guru
besar. Ia tak lagi peduli untuk menulis
surat kepada sang
kekasih, apalagi kembali ke Tiongkok. Ia melupakan kasihnya yang semula
kepada sang kekasih.
Ketika kita membaca cerita ini, tentu kita
akan marah dan menyalahkan pria ini. Namun tanpa di sadari itu juga yang sering
terjadi dalam kalangan anak-anak Tuhan saat ini. Seperti halnya yang terjadi di
tengah-tengah jemaat Efesus. Mereka kehilangan kasih yang mula-mula. Di satu
sisi, mereka memiliki aneka prestasi yang mengagumkan. Mereka suka berjerih
lelah, tekun melayani, rajin menguji ajaran palsu, dan sabar menderita bagi
Tuhan (ayat 2-3, 6). Akan tetapi, Tuhan mencela dan menegur mereka. Mengapa?
Karena, jauh di dalam hati, mereka sudah kehilangan kasih yang semula kepada
Tuhan (ayat 4).
Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga
seperti seorang Pria tadi dan jemaat di Efesus yang kehilangan kasih yang
mula-mula? Ataukah kita tetap setia sebagaimana pada awalnya ketika kita
mencintai dan mengasihi Tuhan? Tidaklah salah ketika kita sibuk dengan
pelayanan pekerjaan Tuhan. Tetapi sebetulnya ada hal yang paling penting yang
mungkin kita lupakan yang Tuhan tuntut dalam hidup kita. Yaitu: Kasih kita
kepada Tuhan. Karena ternyata Tuhan tidak hanya melihat apa yang kita lakukan,
tetapi mengapa kita melakukannya. Oleh karena itu, mari bangun kembali kasih
dan hubungan kita dengan Tuhan sebelum Tuhan mencela kita.




0 komentar:
Posting Komentar